BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sebelum pembuatan pondasi dari suatu bangunan, pasti akan dilakukan timbunan pada daerah yang akan dijadikan pondasi. Tentunya menimbunnya dengan tanah. Pada pembuatan timbunan tanah untuk jalan raya, dam tanah, dan banyak struktur teknik lainnya, tanah yang lepas (renggang) haruslah dipadatkan untuk meningkatkan berat volumenya. Pemadatan tersebut berfungsi untuk meningkatkan kekuatan tanah, sehingga dengan demikian meningkatkan daya dukung pondasi di atasnya. Pemadatan juga dapat mengurangi besarnya penurunan tanah yang tidak diinginkan dan meningkatkan kemantapan lereng timbunan (embankments).
Dalam timbunan tanah itu terdapat pori-pori atau rongga udara. Jika di dalam tanah masih terdapat pori-pori atau rongga udara maka tanah itu belum cukup kuat untuk menahan beban dari bangunan yang ada di atasnya. Sehingga sangat berbahaya jika sebuah bangunan dibangun di atas tanah yang masih terdapat pori-pori atau rongga udaranya. Untuk mengatasi hal itu, maka dilakukanlah proses pemadatan sebelum membangun bangunan di atasnya. Setelah tanah ditimbun pada tempat yang akan dilakukan pembangunan, dilakukanlah proses pemadatan agar tanah lebih kuat, tidak mengalami pergeseran dan tidak mengalami perubahan volume. Pemadatan adalah peristiwa berkurangnya rongga udara yang menyebabkan butir-butir tanah merapat satu sama lain sebagai akibat dari beban dinamis. Menurut (Hardiyatmo:2004) tujuan pemadatan tanah antara lain :
1.) Menaikkan kekuatan tanah.
2.) Mengurangi sifat mudah mampat (kompresibilitas).
3.) Mengurangi hydraulic compressibility/permeabilitas.
4.) Mengurangi potensi likuifaksi.
5.) Mengontrol shrinkage dan swelling.
6.) Menaikkan daya tanah terhadap erosi.
Maksud tersebut dapat tercapai dengan pemilihan tanah bahan timbunan, cara pemadatan, pemilihan mesin pemadat, dan jumlah lintasan yang sesuai. Tingkat kepadatan tanah diukur dari nilai berat volume keringnya (gd).
Pada pekerjaan teknik sipil pemadatan tanah tidak boleh ditinggalkan karena sangat penting dalam suatu proses pembangunan. Dengan dipadatkan, tanah akan stabil dan tidak mengalami perubahan volume. Sehingga bangunan yang ada di atasnya tidak mengalami pergeseran. Menurut (Hardiyatmo:2004) proses pemadatan tanah ada 2 macam :
1.) Pemadatan tanah dengan metode Modify Proctor
2.) Pemadatan tanah dengan metode Standard Proctor
Dalam hal ini penulis akan membahas mengenai Modify Proctor.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penelitian ini dapat ditentukan rumusan masalah sebagai berikut :
1.) Bagaimana prinsip-prinsip proses pemadatan dengan metode Modify Proctor ?
2.) Bagaimana pengujian pemadatan tanah dengan metode Modify Proctor ?
3.) Apa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemadatan?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu :
1.) Mengetahui prinsip-prinsip dari proses pemadatan dengan metode Modify Proctor.
2.) Mengetahui pengujian pemadatan tanah dengan metode Modify Proctor.
3.) Mengetahui factor-faktor yang mempengaruhi hasil dari proses pemadatan dengan metode Modify Proctor.
1.4 Manfaat
Penelitian ini banyak manfaatnya. Antara lain :
1.) Untuk Mahasiswa
(a) Mahasiswa dapat melakukan pengujian pemadatan dengan baik dan benar.
(b) Menambah pengetahuan baru.
2.) Lembaga
(a) Sebagai referensi untuk Politeknik Negeri Malang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1Dasar Teori
2.1.1 Prinsip-prinsip pemadatan
Pada awal proses pemadatan, berat volume tanah kering(γd) bertambah seiring dengan ditambahnya kadar air. Pada kadar air nol(w=0), berat volume tanah basah(γb) sama dengan berat volume tanah kering(γd). Ketika kadar air berangsur-angsur ditambah(dengan usaha pemadatan yang sama), berat butiran tanah padat per volume satuan(γd) juga bertambah. Pada kadar air lebih besar dari kadar air tertentu, yaitu saat kadar air optimum, kenaikan kadar air justru mengurangi berat volume keringnya. Hal ini karena, air mengisi rongga pori yang sebelumnya diisi oleh butiran padat. Kadar air pada saat berat volume kering mencapai maksimum(γdmak) disebut kadar air optimum. (Hardiyatmo:2004)
2.1.2 Pengujian pemadatan
Untuk menentukan hubungan kadar air dan berat volume, dan untuk mengevaluasi tanah agar memenuhi persyaratan kepadatan, maka umumnya dilakukan pengujian pemadatan.
Proctor (1933) telah mengamati bahwa ada hubungan yang pasti antara kadar air dan berat volume kering tanah padat. Untuk berbagai jenis tanah pada umumnya, terdapat satu nilai kadar air optimum tertentu untuk mencapai berat volume kering maksimumnya (gdmaks).
Hubungan berat volume kering (gd) dengan berat volume basah (gb) dan kadar air , dinyatakan dalam persamaan :
Berat volume kering setelah pemadatan bergantung pada jenis tanah, kadar air, dan usaha yang diberikan oleh alat penumbuknya. Karakteristik kepadatan tanah dapat dinilai dari pengujian standar laboratorium yang disebut uji Proctor. Prinsip pengujiannya diterangkan dibawah ini.
Alat pemadat berupa silinder (mould) yang mempunyai volume 9,44 x 10-4 m3 (Gambar 3.2). Tanah di dalam mould dipadatkan dengan penumbuk yang beratnya 2,5 kg dengan tinggi jatuh 30,5 cm (1 ft). Tanah dipadatkan dalam 3 (tiga) lapisan dengan tiap lapisan ditumbuk sebanyak 25 kali pukulan. Di dalam uji Proctor dimodifikasi (Modified Proctor), mould yang digunakan masih tetap sama, hanya berat penumbuknya diganti dengan yang 4,54 kg dengan tinggi jatuh penumbuk 45,72 cm. Pada pengujian ini, tanah di dalam mould ditumbuk dalam 5 (lima) lapisan.
Sumber : Dandung Novianto:Mekanika Tanah
Dalam uji pemadatan, percobaan diulang paling sedikit 5 (lima) kali dengan kadar air tiap percobaan divariasikan. Kemudian, digambarkan sebuah grafik hubungan kadar air dan berat volume keringnya (Gambar 3.2). Kurva yang dihasilkan dari pengujian memperlihatkan nilai kadar air yang terbaik (wopt) untuk mencapai berat volume kering terbesar atau kepadatan maksimum (gdmaks). Pada nilai kadar air rendah, untuk kebanyakan tanah, tanah cenderung bersifat kaku dan sulit dipadatkan.
Setelah kadar air ditambah, tanah menjadi lebih lunak. Pada kadar air yang tinggi, berat volume kering berkurang. Bila seluruh udara di dalam tanah dapat dipaksa keluar pada waktu pemadatan, tanah akan berada dalam kedudukan jenuh dan nilai berat volume kering akan menjadi maksimum. Akan tetapi, dalam praktek, kondisi ini sulit dicapai.
Sumber : Dandung Novianto:Mekanika Tanah 1
Untuk suatu kadar air tertentu, berat volume kering maksimum secara teoritis didapat bila pada pori-pori tanah sudah tidak ada udaranya lagi, yaitu pada saat di mana derajat kejenuhan tanah sama dengan 100 %. Jadi, berat volume kering maksimum (teoritis) pada suatu kadar air tertentu dengan kondisi “zero air voids”, gzav (pori-pori tanah tidak mengandung udara sama sekali), dapat dihitung dari persamaan :
Karena saat tanah jenuh 100 % (S = 1) dan e = w Gs, maka :
dimana :
gzav = berat volume pada kondisi zero air voids
gw = berat volume air
e = angka pori
Gs = berat spesifik butiran padat tanah
Berat volume kering (gd) setelah pemadatan pada kadar air dengan kadar udara (air content), A (A = Va/V = volume udara/volume total) dapat dihitung dengan persamaan :
Hubungan berat volume kering pada kadar udara tertentu dengan kadar air, dari hasil uji Standar Proctor dan Proctor dimodifikasi untuk tanah dengan berat jenis Gs = 2,65 ditunjukkan dalam Gambar 3.4.
Sumber : Dandung Novianto:Mekanika Tanah 1
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemadatan
Menurut Hardiyatmo(2004) faktor-faktor yang mempengaruhi pemadatan antara lain :
a.Pengaruh macam tanah
Macam tanah, seperti distribusi ukuran butiran, bentuk butiran, berat jenis dan macam mineral lempung yang terdapat dalam tanah sangat berpengaruh pada berat volume maksimum dan kadar air optimumnya. Pada tanah pasir, berat volume tanah kering cenderung berkurang saat kadar air bertambah.Pengurangan berat volume tanah kering ini merupakan akibat dari pengaruh hilangnya tekanan kapiler saat kadar air bertambah. Pada kadar air rendah, tekanan kapiler dalam tanah yang berada di dalam rongga pori menghalangi kecenderungan partikel tanah untuk bergerak sehingga butiran cenderung merapat(padat).
b.Pengaruh usaha pemadatan
Jika energi pemadatan ditambah, maka berat volume kering tanah juga bertambah. Jika energy pemadatan ditambah, kadar air optimum berkurang. Kedua hal tersebut berlaku untuk hamper semua jenis tanah. Namun, harus diperhatikan bahwa derajat kepadatan tidak secara langsung proposional dengan energi pemadatan.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan tempat penelitian
3.1.1 Tempat
Penelitian ini dilakukan di jembatan Suramadu(Surabaya-Madura).
3.1.2 Waktu
Dimulai dari tanggal 17 oktober 2003 sampai dengan tanggal 27 januari 2004, tanggal 17 meneliti tanah yang ada di dasar laut untuk mengetahui kekuatan tanah. Untuk itu diambil sampel tanahnya untuk diuji di laboratorium.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Bahan
1.) Tanah yang akan dibangun tiang pemancang atau pondasi jembatan :
Digunakan sebagai bahan untuk pengujian pemadatan, berat isi, batas plastis dll.
2.) Air : Digunakan sebagai campuran tanah ketika diuji.
3.2.2 Perlatan.
Peralatan yang dipakai untuk pengujian antara lain:
1.) Cetakan (mould) dengan diameter ± 102 mm dan ± 152 mm.
2.) Alat penumbuk (hammer) dengan berat 2,5 kg dan 4,54 kg.
3.) Ayakan No.4 (# 4,75 mm) atau 3/4” (# 19 mm).
4.) Timbangan dengan ketelitian 1.0 gram.
5.) Jangka sorong (caliper).
6.) Extruder (alat pengeluar contoh tanah).
7.) Oven dengan pengatur suhu dan peralatan penentuan kadar air.
8.) Alat perata (straight edge), talam, mistar, palu, karet dan tempat contoh.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Langkah Pengujian
1.) Bila contoh tanah yang diterima dari lapangan masih dalam keadaan lembab, maka keringkan dengan cara dianginkan (kering udara) atau dioven dengan suhu maksimum 60o C. Kemudian pisahkan gumpalan-gumpalan tanah dengan cara menumbuk dengan palu karet.
2.) Tanah hasil tumbukan (4.1) diayak dengan ayakan No.4 (# 4,75 mm) atau 3/4” (# 19 mm).
3.) Hasil ayakan ditimbang masing-masing sebanyak 2,5 kg atau 5 kg, masing-masing sejumlah 6 buah, atau sesuai petunjuk instruktur.
4.) Campur tanah hasil timbangan (tahap 4.3) dengan air sedikit demi sedikit, kemudian diaduk sampai merata lalu diperam/disimpan selama 24 jam dalam ember yang telah diberi label. Penambahan air diusahakan agar didapatkan kadar air :
5.) 3 benda uji dengan kadar air dibawah kadar air optimum.
6.) 3 benda uji dengan kadar air diatas kadar air optimum. Cetakan dalam keadaan bersih ditimbang dengan cara/tanpa alas W1[gram] dan ukur tinggi dan diameter cetakan, serta hitung volume cetakan V [cm3].
7.) Cetakan, alas dan leher penyambung diberi oli secukupnya pada bagian dalamnya, untuk memudahkan proses pengeluaran contoh tanah.
8.) Ambil salah satu benda uji, masukkan sebagian kedalam cetakan yang diletakkan diatas landasan yang kokoh, kemudian tumbuk sebanyak 25 atau 56 kali, dimana hasil tumbukan mendapatkan tinggi 1/3 atau 1/5 tinggi cetakan.
9.) Toleransi ketebalan untuk masing-masing lapisan adalah ± 0.5 cm, terkecuali untuk lapisan yang terakhir dengan toleransi + 0.5 cm.
10.) Sebelum menambahkan tanah untuk pemadatan lapis berikutnya, muka tanah hasil pemadatan sebelumnya harus dikasarkan dengan pisau/spatula.
11.) Lepas leher penyambung dan potong kelebihan tanah dengan pisau perata (straight edge).
12.) Bersihkan bagian luar dan timbang dengan/tanpa alas (W2).
13.) Keluarkan tanah yang basah didalam cetakan dengan alat pengeluar contoh tanah (Extruder).
14.) Belah benda uji selanjutnya ambil tanah secukupnya pada tiga bagian (atas, tengah dan bawah) untuk dicari kadar airnya.
15.) Ulangi tahap (5.3) s/d (5.7) untuk kesluruhan benda uji yang disiapkan.
3.4 Kendala
3.4.1 Tampilan Hambatan
1) Tanah terletak di bawah laut sehingga sulit untuk menjangkaunya.
2) Terjadinya kecelakaan kerja yang disebabkan oleh kesalahan manusia.
3) Perhitungannya banyak.
3.4.2 Cara Mengatasi
Cara mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain :
1.) Dengan cara kita harus menggunakan alat khusus agar dapat menjangkau tanah yang ada di dalam laut.
2.) Harus selalu memperingatkan mengenai keselamatan kerja. Karena keselamatan kerja sangat penting.
3.) Harus selalu teliti dalam melakukan pengujian dan perhitungan saat pengujian.
DAFTAR PUSTAKA
Hardiyatmo, Hary Christady. 2004. Mekanika Tanah 1. Jakarta:GRAMEDIA
Novianto, Dandung. 2012. Mekanika Tanah. Tidak diterbitkan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar